Wednesday, October 11, 2017

Sahabat Rasul Sya’ban RA yang Menyesal Saat Sakaratul Maut

 sahabat

Syaaban ialah seorang sahabat nabi SAW yang sentiasa solat berjemaah di Masjid Nabawi walaupun rumahnya jauh jaraknya dari masjid. Dia biasanya akan duduk iktikaf di sudut yang agak jauh dari para sahabat yang lain, sehingga para sahabat tahu itulah tempat duduk Syaaban ketika beliau berada di masjid.



Pada sautu Subuh, Rasulullah SAW berasa hairan kerana Syaaban tiada ditempat biasanya.


Rasul pun bertanya lagi “Apa ada yang mengetahui dimana rumah Sya’ban?” Seorang sahabat mengangkat tangan dan mengatakan bahwa dia tahu diana rumah Sya’ban.


Akhirnya, Rasulullah dan para sahabat sampai di rumah Sya’ban tapi sayangnya Syaban telah meninggal dunia.


 “Apa  kalimat yang diucapkannya?” tanya Rasulullah.


Jawab isteri Syaaban ; kami pening dan tak faham apa perkataaan yang disebutnya. “Dia bekata  kenapa tidak lebih jauh, kenapa tidak yang baru,  kenapa tidak semua,


Rasulullah SAW pun membaca ayat 22 surah Qaaf.


لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ


“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami bukakan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”


“Saat Sya’ban ra dalam keadaan sakaratul maut, perjalanan hidupnya diulang tayangkan  oleh Allah SWT. Bukan hanya itu, semua ganjaran dari perbuatannya diperlihatkan oleh Allah. Apa yang dilihat oleh Sya’ban ra (dan orang yang sakaratul maut) tidak akan disaksikan yang lain. Dalam padangannya yang tajam itu Sya’ban ra melihat suatu adegan dimana aktiviti hariannya dia pergi pulang ke masjid untuk shalat berjemaah lima waktu.  Dalam tayangan itu pula Sya’ban ra diperlihatkan pahala yang diperolehnya dari langkah-langkahnya ke masjid,” ujar Rasulullah.


Dia melihat seperti apa bentuk surga yang dijanjikan sebagai ganjarannya. Saat dia melihat dia berucap “sayangnya, mengapa tidak lebih jauh” timbul penyesalan dalam diri Sya’ban ra, mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi supaya pahala yang didapatkan lebih indah. Dalam penggalan kalimat berikutnya Sya’ban ra melihat saat ia akan berangkat sholat berjamaah di musim dingin.


Saat ia membuka pintu, berhembuslah angin dingin yang menusuk tulang. Dia masuk ke dalam rumahnya dan mengambil satu baju lagi untuk dipakainya. Dia memakai dua baju, Sya’ban memakai pakaian yang bagus (baru) di dalam dan yang biasa digunakan mungkin sudah kotor terkena debu dsb (lama) di luar.


Dia berpikir jika kena debu tentu yang kena hanyalah baju yang luar dan sampai di masjid dia boleh membuka baju luar dan shalat dengan baju yang lebih bagus. Ketika dalam perjalanan menuju masjid dia menemukan seseorang yang terbaring yang kedinginan dalam kondisi mengenaskan. Sya’ban pun hiba dan segera membukakan baju yang paling luar lalu dipakaikan kepada orang tersebut kemudian dia memapahnya ke masjid agar dapat melakukan shalat Subuh bersama-sama.


Orang itupun selamat dari mati kedinginan dan bahkan sempat melakukan shalat berjamaah. Sya’ban ra pun kemudian melihat indahnya surga yang sebagai balasan memakaikan bajunya yang di bahagian luar (ysng lama)kepada orang tersebut. Kemudian dia berteriak lagi “Aduh!! Kenapa tidak yang baru” timbul lagi penyesalan dibenak Sya’ban ra. Jika dengan baju butut saja bisa mengantarkannya mendapat pahala besar, sudah tentu dia akan mendapatkan yang lebih besar jika dia memberikan pakaian yang baru.


Berikutnya, Sya’ban ra melihat lagi suatu adegan. Ketika dia hendak sarapan dengan roti yang dimakan dengan cara mencelupkan dulu ke dalam segelas susu. . ketika baru saja ingin memulai sarapan, muncullah pengemis di depan pintu yang meminta sedikit roti karena sudah tiga hari perutnya tidak diisi makanan. Melihat hal itu, Sya’ban ra merasa hiba. Ia kemudian membagi dua roti tersebut dengan ukuran sama besar dan membagi dua susu ke dalam gelas dengan ukuran yang sama rata, kemudan mereka makan bersama-sama. Allah SWT kemudain memperlihatkan Sya’ban ra dengan surga yang indah.


Ketika melihat itupun Sya’ban ra teriak lagi “ Aduh kenapa tidak semua!!” Sya’ban ra kembali menyesal. Seandainya dia memberikan semua roti itu kepada pengemis  tersebut, pasti dia akan mendapat syurga yang lebih indah. Masya Allah, Sya’ban bukan menyesali perbuatanya melainkan menyesali mengapa tidak yang yang terbaik.


Seseungguhnya pada suatu saat nanti, kita semua akan mati, akan menyesal dan tentu dengan kadar yang berbeda. Bahkan ada yang meminta untuk ditunda matinya, karena pada saat itu barulah terlihat dengan jelas dari semua perbuatannya di dunia. Mereka meminta untuk ditunda sesaat karena ingin bersedekah. Namun kematian akan datang pada waktunya, tidak dapat didahulukan dan tidak dapat diakhirkan.




No comments:

Post a Comment