Thursday, November 9, 2017

Sejarah Kaum Mujassimah / Musyabbihah

tajsim


Mereka adalah kaum yang dalam menelaah Al-Qur’an dan Hadits dengan tidak mau mengikuti Imam Mazhab yang empat sehingga mereka bermazhab ddzohiriyah yakni berpendapat, berfatwa, beraqidah, berpegang pada nash secara ddzohir/harfiah/literal/tertulis/tersurat dari sudut arti bahasa (lughot) dan istilah (terminologi) saja. Pada umumnya mereka mengingkari makna majaz (kiasan) atau makna tersirat yakni makna di balik yang tertulis atau makna di balik yang tersurat. Jadi dalam memahami Al-Qur’an dan Hadits Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam, mereka menelan dengan mentah-mentah tanpa berpegang teguh dengan penjelasan para salafunassholih dari kalangan ulama ahlussunnah waljmaah yang jelas lebih mengerti maksud dari perkataan Nabi.


Sehingga kaum Musyabbihah mengatakan bahwa Tuhan itu bertempat dan menyerupai sifat-sifat makhluqnya. Bahkan ada yang lebih ekstrim mengatakan bahwa Tuhan itu bertangan, bermuka, berkaki, bertubuh seperti manusia. Ada juga orang yang menamakan kaum ini dengan kaum mujassimah yakni kaum yang menubuhkan karena mereka menubuhkan Tuhan, mengatakan Tuhan bertubuh, bermuka, bermata, bertangan, berkaki. Ada juga orang yang menamai mereka dengan kaum Hasyawiyah yang artinya percakapan omong kosong, percakapan di luar batas, percakapan hina dina alias kaum “omong kosong”. Kaum Musyabbihah atau Mujassimah ini berasal dari orang-orang yang semula bermazhab Hanbali, tetapi Imam Ahmad bin Hanbal tidak berkeyakinan dan tidak beri’tiqod sebagaimana mereka.


Guru guru besar kaum Musyabbihah atau Mujassimah adalah:




  1. Abu Abdillah al-Hasan bin Hamid bin Ali al-Baghdadi al-Warraq, wafat 403 H, guru dari Abu Ya’la al-Hanbali. Beliau ini pengarang buku ushuluddin yang bernama “syarah usuluddin” dimana diuraikan banyak tentang tasybihm yaitu keserupaan Tuhan dengan manusia.

  2. Muhammad bin al Husain bin Muhammad bin Khalaf bin Ahmad al-Baghdadi al-Hanbali, dikenal dengan sebutan Abu Ya’la al-Hanbali. Lahir tahun 380 H, wafat 458 H. Beliau ini banyak mengarang kitab Usuluddin yang banyak menyampaikan tentang tasybih. Ada ulama mengatakan bahwa “Aib yang dibuat Abu Ya’ala ini tidak dapat dibersihkan dengan air sebanyak air laut sekalipun”. Tampaknya cacat pahamnya terlalu besar.

  3. Abu al-Hasan Ali bin Abdullah bin Nashr az-Zaghuni al-Hanbali, wafat 527 H. Beliau ini pengarang sebuah buku dalam Usuluddin yang berjudul “Al Idah”, di mana banyak diterangkan soal tasybih dan tajsim.


Sedangkan Ulama Hanbali yang ternama, Al-Imam al-Hafizh al Alamah Abul Faraj Abdurrahman bin Ali bin al-Jauzi as- Shiddiqi al-Bakri atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Al-Jauzi secara khusus membuat kitab berjudul Daf’u syubah at-tasybih bi-akaffi at-tanzih untuk menjelaskan kesalahpahaman tiga ulama Hambali yang merupakan guru guru besar kaum Musyabbihah atau Mujassimah. Ibn al Jauzi berkata bahwa:


Mereka memahami sifat-sifat Allah secara indrawi, misalkan mereka mendapati teks hadits: “ إن لله خلق ءادم على صورته ”, lalu mereka menetapkan adanya “Shûrah (bentuk) bagi Allah. Kemudian mereka juga menambahkan “al-Wajh” (muka) bagi Dzat Allah, dua mata, mulut, bibir, gusi, sinar bagi wajah-Nya, dua tangan, jari-jari, telapak tangan, jari kelingking, jari jempol, dada, paha, dua betis, dua kaki, sementara tentang kepala mereka berkata: “Kami tidak pernah mendengar berita bahwa Allah memiliki kepala”, mereka juga mengatakan bahwa Allah dapat menyentuh dan dapat disentuh, dan seorang hamba bisa mendekat kepada Dzat-Nya secara indrawi, sebagian mereka bahkan berkata: “Dia (Allah) bernafas”. Lalu –dan ini yang sangat menyesakkan– mereka mengelabui orang-orang awam dengan berkata: “Itu semua tidak seperti yang dibayangkan dalam akal pikiran”.


Dalam masalah nama-nama dan sifat-sifat Allah mereka memahaminya secara ddzohir (literal). Tatacara mereka dalam menetapkan dan menamakan sifat-sifat Allah sama persis dengan tatacara yang dipakai oleh para ahli bid’ah, sedikitpun mereka tidak memiliki dalil untuk itu, baik dari dalil naqli maupun dari dalil aqli.


Mereka tidak pernah menghiraukan teks-teks yang secara jelas menyebutkan bahwa sifat-sifat tersebut tidak boleh dipahami dalam makna literalnya (makna ddzohir), juga mereka tidak pernah mau melepaskan makna sifat-sifat tersebut dari tanda-tanda kebaharuan (huduts). Mereka tidak merasa puas sampai di sini, mereka tidak puas dengan hanya mengatakan “Sifat Fi’li” saja bagi Allah hingga mereka mengatakan “Sifat Dzât”.


Ibn al Jauzi menjelaskan bahwa “sesungguhnya dasar teks-teks itu harus dipahami dalam makna lahirnya (ddzohir) jika itu dimungkinkan, namun jika ada tuntutan takwil maka berarti teks tersebut bukan dalam ddzohirnya tetapi dalam makna majaz (metaforis)”.


Tuntutan takwil dengan makna majaz (bukan sembarang takwil atau mencari-cari takwil). Tetapi tuntutan takwil itu timbul ketika ayat-ayat mutasyabihat jika dimaknai secara mentah-mentah akan membuat Allah seakan-akan memiliki sifat makhluq, atau menunjukkan tanda kekurangan Allah. Sebagai contoh jika sebuat ayat itu menunjukkan bahwa Allah bertempat (dibatasi tempat), berpindah atau bergerak (dibatasi ruang dan waktu) maka harus ditakwil dan hilangkan pikiran itu dari pikiranmu karena Allah azza wajalla tidak seperti itu.


Firman Allah ta’ala yang artinya, “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir” (QS Al Hadiid [57]:3)


Bermakna:




  • Allah ta’ala tidak berubah

  • Allah ta’ala sebagaimana sebelum diciptakan ‘Arsy , sebagaimana setelah diciptakan ‘Arsy

  • Allah ta’ala sebagaimana sebelum diciptakan ciptaanNya, sebagaimana setelah diciptakan ciptaanNya

  • Allah ta’ala sebagaimana awalnya dan sebagaimana akhirnya


Jadi kaum Musyabbihah atau Mujassimah ini berasal dari orang-orang yang semula bermazhab Hanbali namun pada akhirnya mereka dalam mendalami ilmu agama lebih bersandarkan dengan muthola’ah (menelaah kitab) secara otodidak (shohafi) dengan akal pikiran mereka sendiri bermazhab ddzohiriyah yakni berpendapat, berfatwa dan beraqidah (beri’tiqod) berpegang pada nash secara ddzohir/harfiah/literal/tertulis/tersurat dari sudut arti bahasa (lughot) dan istilah (terminologi) saja


Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:


“Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)


Apakah orang yang otodidak dari kitab-kitab hadits layak disebut ahli hadits?


Syaikh Nashir al-Asad menjawab pertanyaan ini:


“Orang yang hanya mengambil ilmu melalui kitab saja tanpa memperlihatkannya kepada ulama dan tanpa berjumpa dalam majlis-majlis ulama, maka ia telah mengarah pada distorsi. Para ulama tidak menganggapnya sebagai ilmu, mereka menyebutnya shahafi atau otodidak, bukan orang alim. Para ulama menilai orang semacam ini sebagai orang yang dhoif (lemah). Ia disebut shahafi yang diambil dari kalimat tashhif, yang artinya adalah seseorang mempelajari ilmu dari kitab tetapi ia tidak mendengar langsung dari para ulama, maka ia melenceng dari kebenaran. Dengan demikian, Sanad dalam riwayat menurut pandangan kami adalah untuk menghindari kesalahan semacam ini” (Mashadir asy-Syi’ri al-Jahili 10)


Al-Hafidz adz-Dzahabi berkata “al-Walid mengutip perkataan al-Auza’i:


“Ilmu ini adalah sesuatu yang mulia, yang saling dipelajari oleh para ulama. Ketika ilmu ini ditulis dalam kitab, maka akan dimasuki oleh orang yang bukan ahlinya.” 


Riwayat ini juga dikutip oleh Ibnu Mubarak dari al-Auza’i. Tidak diragukan lagi bahwa mencari ilmu melalui kitab akan terjadi kesalahan, apalagi pada masa itu belum ada tanda baca titik dan harakat. Maka kalimat-kalimat menjadi rancu beserta maknanya. Dan hal ini tidak akan terjadi jika mempelajari ilmu dari para guru”


Ibnu Taimiyyah yang menjadi panutan bagi ulama Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya adalah pelopor ulama shohafi (ulama’ otodidak dan tidak memperhatikan sanad). Beliau berupaya membebaskan pemikiran-pemikiran ummat Islam dari pemikiran yang mengikuti Imam Mazhab yang empat. Pada umumnya kitab dan tulisan Ibnu Taimiyyah tidak merujuk kepada pendapat Imam Mazhab yang empat dan hanya bersandar pada pendapatnya sendiri, salah satu yang populer adalah Majmu Fatawa. Ibnu Taimiyyah adalah ulama yang mengusung perlunya membuka kembali pintu ijtihad berlandaskan mazhab ddzohiriyah yakni berpendapat, berfatwa dan beri’tiqod (beraqidah) berpegang pada nash secara ddzohir/harfiah/literal/tertulis/tersurat dari sudut arti bahasa (lughot) dan istilah (terminologi) saja.


Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam “100 Pelajaran dari Kitab Aqidah Wasithiyah” menuliskan:


Ibnu Taimiyyah dalam Ar Risalah Al ‘Arsyiyah berkata:


“Sesungguhnya Arsy tidak kosong; karena dalil-dalil tentang bersemayamnya Allah di atas Arsy adalah muhkam (tidak memerlukan takwil karena kejelasan maknanya), dan hadits tentang turun-Nya Allah muhkam pula. Sedangkan sifat-sifat Allah SWT tidak bisa dikiaskan dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Maka wajib bagi kita untuk menetapkan nash-nash tentang istiwa (bersemayam) berdasarkan kedudukannya yang muhkam, begitu pula tentang turunnya Allah. Kita katakan bahwa Allah bersemayam di atas arsy, Allah juga turun ke langit dunia. Dia lebih mengetahui tentang bagaimana Dia bersemayam dan bagaimana Dia turun, sedangkan akal kita sangat terbatas, sempit dan hina untuk mengetahui ilmu Allah SWT”


Ibnu Taimiyyah berkeyakinan bahwa Allah berada (bertempat) di atas ‘Arsy. Arsy tidak kosong walaupun Tuhan turun ke langit dunia setiap masih tersisa sepertiga malam terakhir. Pendapat “Arsy tidak kosong” menunjukkan bahwa Tuhan berada (bertempat) dalam ruang di atas ‘Arsy dan mempunyai bentuk sehingga “tidak kosong” ruang di atas ‘Arsy.


Imam Asy Syafi’i rahimahullah ketika ditanya terkait firman Allah QS. Thaha: 5 (ar-Rahman ‘Ala al-‘Arsy Istawa), Beliau berkata :


“Dia tidak diliputi oleh tempat, tidak berlaku bagi-Nya waktu, Dia Maha Suci dari batasan-batasan (bentuk) dan segala penghabisan, dan Dia tidak membutuhkan kepada segala tempat dan arah, Dia Maha suci dari kepunahan dan segala keserupaan”


Dalam kitab al-Washiyyah, Al-Imam Abu Hanifah menuliskan:


“Kita menetapkan sifat Istiwa bagi Allah pada arsy, bukan dalam pengertian Dia membutuhkan kepada arsy tersebut, juga bukan dalam pengertian bahwa Dia bertempat di arsy. Allah yang memelihara arsy dan memelihara selain arsy, maka Dia tidak membutuhkan kepada makhluk-makhluk-Nya tersebut. Karena jika Allah membutuhkan kapada makhluk-Nya maka berarti Dia tidak mampu untuk menciptakan alam ini dan mengaturnya. Dan jika Dia tidak mampu atau lemah maka berarti sama dengan makhluk-Nya sendiri. Dengan demikian jika Allah membutuhkan untuk duduk atau bertempat di atas arsy, lalu sebelum menciptakan arsy dimanakah Ia? (Artinya, jika sebelum menciptakan arsy Allah tidak membutuhkan tempat, dan setelah menciptakan arsy ternyata Allah berada di atasnya, berarti Allah berubah, sementara perubahan adalah tanda makhluk).  Allah maha suci dari pada itu semua dengan kesucian yang agung”


Imam Ibn Hajar Al-Haitami dalam kitab Al-Fatawa Al-Haditsiyyah menisbahkan kepada Imam Ibn ‘Uyainah, beliau berkata: “Hadits itu menyesatkan kecuali bagi para fuqaha (ahli fiqih)”


Imam Ibn Hajar Al-Haitami dalam kitab tersebut lalu mensyarahkan perkataan itu:


“Sesungguhnya hadits-hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sama seperti Al-Qur’an dari sudut bahwa keduanya mengandung lafaz umum yang maknanya khusus begitu juga sebaliknya, bahkan ada juga yang mengandung nasikh mansukh yang tidak layak lagi beramal dengannya. Bahkan dalam hadits juga mengandung lafaz-lafaz yang ddzohirnya membawa kepada tasybih seperti hadits yanzilu Rabbuna (Tuhan kita turun ke langit) yang mana tidak diketahui maknanya melainkan golongan fuqaha’ (ahli fiqh). Berbeda dengan mereka yang sekedar mengetahui apa yang ddzohir daripada hadits-hadits (khususnya mutasyabihat) sehingga akhirnya dia (yang hanya faham hadits-hadits mutasyabihat dengan makna ddzohir) pun sesat seperti yang berlaku pada sebahagian ahli hadits terdahulu dan masa kini seperti Ibnu Taimiyyah dan para pengikutnya.” (Al-Fatawa Al-Hadithiyyah halaman 202)


Imam Ibn Hajar Al-Haitami dalam kitab yang sama pada halaman 116, berkata dengan menukil permasalahan-permasalahan Ibnu Taimiyyah yang menyalahi kesepakatan umat Islam, yaitu : (Ibnu Taimiyyah telah berpendapat) bahwa alam itu bersifat dahulu dengan satu macam, dan selalu makhluk bersama Allah. Ia telah menyandarkan alam dengan Dzat Allah Subhanahu wa Ta’ala bukan dengan perbuatan Allah secara ikhtiar, sungguh Maha Luhur Allah dari penyifatan yang demikian itu. Ibnu Taimiyyah juga berkeyakinan adanya jisim pada Allah subhanahu wata’ala, yakni mempunyai arah dan perpindahan. Ia juga berkeyakinan bahwa Allah tidak lebih kecil dan tidak lebih besar dari Arsy. Sungguh Allah maha Suci atas kedustaan keji dan buruk ini serta kekufuran yang nyata


Ibnu Taimiyyah terjerumus kekufuran dalam i’tiqod yang mengakibatkan beliau diadili oleh para qodhi dan para ulama ahli fiqih dari empat mazhab dan diputuskan hukuman penjara agar Ulama Ibnu Taimiyyah tidak menyebarluaskan kesalahpahamannya sehingga beliau wafat di penjara


Sumber


http://daarulfiqih.blogspot.my/2016/02/sejarah-kaum-mujassimah-atau-musyabbihah.html

Jom.. bina istana/rumah dalam Syurga

Ini ada beberapa amalan yang bila diamalkan akan dibangunkan rumah atau istana di syurga. Amalan yang perlu kita lakukan di dunia lagi untuk membina sebuah rumah/istana. Amalan-amalan tersebut adalah:


puyuh


Pertama: Membangun masjid dengan ikhlas karena Allah

Dari Jabir bin ‘Abdillah RA, Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ أَوْ أَصْغَرَ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ


“Siapa yang membangun masjid karena Allah walaupun hanya selubang tempat burung bertelur atau lebih kecil, maka Allah bangunkan baginya (rumah) seperti itu pula di syurga.” (HR. Ibnu Majah, no. 738. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)


Mafhash qathaah dalam hadits ertinya lubang yang digunakan burung untuk meletakkan telurnya dan mengeram di tempat tesebut. Dan qathah adalah sejenis burung (kalau mengikut gambar dalam internet, lebih kurang sebesar burung puyuh atau seumpamanya)


puyuh


Hadits tentang keutamaan membangun masjid juga disebutkan dari hadits ‘Utsman bin ‘Affan. Di masa Utsman yaitu tahun 30 Hijriyah hingga khilafah beliau berakhir karena terbunuhnya beliau, dibangunlah masjid Rasulullah SAW. Utsman katakan pada mereka yang membangun sebagai bentuk pengingkaran bahwa mereka terlalu bermegah-megahan. Lalu Utsman membawakan sabda Nabi SAW,


مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ بَنَى اللَّهُ لَهُ فِى الْجَنَّةِ مِثْلَهُ


“Siapa yang membangun masjid karena Allah, maka Allah akan membangun baginya semisal itu di surga.” (HR. Bukhari, no. 450; Muslim, no. 533).


Kata Imam Nawawi rahimahullah, maksud akan dibangun baginya semisal itu di syurga ada dua tafsiran:


1- Allah akan membangunkan semisal itu dengan bangunan yang disebut bait (rumah). Namun sifatnya dalam hal luasnya dan lainnya, tentu punya keutamaan tersendiri. Bangunan di syurga tentu tidak pernah dilihat oleh mata, tak pernah didengar oleh telinga, dan tak pernah terbetik dalam hati akan indahnya.


2- Keutamaan bangunan yang diperoleh di surga dibanding dengan rumah di syurga lainnya adalah seperti keutamaan masjid di dunia dibanding dengan rumah-rumah di dunia. (Syarh Shahih Muslim, 5: 14)


Jadi, amalan derma atau sedekah yang kita beri untuk membina atau untuk menyiapkan sebuah masjid walau sekecil mana nilainya di dunia ini, tetapi di sisi Allah ia amat besar. Ini adalah bertepatan dengan hadis di atas, kita akan mendapat rumah atau istana di syurga. Sebesar mana pula istana itu kelak biarlah Allah SWT yang menentukannya.


Kedua: Membaca surat Al-Ikhlas sepuluh kali


Dari Mu’adz bin Anas Al-Juhaniy RA, ia berkata bahwa Rasulullah  SAW bersabda,


مَنْ قَرَأَ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) حَتَّى يَخْتِمَهَا عَشْرَ مَرَّاتٍ بَنَى اللَّهُ لَهُ قَصْراً فِى الْجَنَّةِ


Siapa yang membaca qul huwallahu ahad sampai ia merampungkannya (surat Al-Ikhlas, pen.) sebanyak sepuluh kali, maka akan dibangunkan baginya rumah di syurga.” (HR. Ahmad, 3: 437. Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan berbagai penguat)


Ketiga: Mengerjakan solat Dhuha 4 raka’at dan shalat sebelum Zuhur 4 raka’at


Dari Abu Musa RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ صَلَّى الضُّحَى أَرْبَعًا، وَقَبْلَ الأُولَى أَرْبَعًا بنيَ لَهُ بِهَا بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ


Siapa yang shalat Dhuha 4 raka’at dan shalat sebelum Zuhur 4 raka’at, maka dibangunkan baginya rumah di syurga.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Awsath. Dalam Ash-Shahihah no. 2349 disebutkan oleh Syaikh Al-Albani bahwa hadits ini hasan)


 

Keempat: Mengerjakan 12 raka’at shalat rawatib dalam sehari

Dari Ummu Habibah –istri Nabi SAW-, Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ صَلَّى اثْنَتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِىَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ


Barangsiapa mengerjakan solat sunnah dalam sehari-semalam sebanyak 12 raka’at, maka karena sebab amalan tersebut, ia akan dibangun sebuah rumah di syurga.” (HR. Muslim, no. 728)


Dari ‘Aisyah RA, Nabi SAW bersabda,


مَنْ ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنَ السُّنَّةِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ


Barangsiapa membiasakan solat sunat 12 raka’at dalam sehari, maka Allah akan membangunkan bagi dia sebuah rumah di syurga. 12 raka’at tersebut adalah4 raka’at sebelum  zohor, 2 raka’at sesudah zohor, 2 raka’at sesudah maghrib, 2 raka’at sesudah ‘Isya, dan 2 raka’at sebelum subuh.” (HR. Tirmidzi, no. 414; Ibnu Majah, no. 1140; An-Nasa’i, no. 1795. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)


 

Kelima: Meninggalkan perdebatan

Keenam: Meninggalkan dusta

Ketujuh: Berakhlak mulia

Dari Abu Umamah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِى رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِى وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِى أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ


Aku memberikan jaminan rumah di pinggiran syurga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun dia orang yang benar. Aku memberikan jaminan rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan kedustaan walaupun dalam bentuk candaan. Aku memberikan jaminan rumah di syurga yang tinggi bagi orang yang bagus akhlaknya.” (HR. Abu Daud, no. 4800. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)


 

Kelapan: Mengucapkan alhamdulillah dan istirja’ (inna ilaihi wa innaa ilaihi raaji’’un) ketika anak kita wafat


Dari Abu Musa Al-Asy’ari RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,


إِذَا مَاتَ وَلَدُ الْعَبْدِ قَالَ اللَّهُ لِمَلاَئِكَتِهِ قَبَضْتُمْ وَلَدَ عَبْدِى. فَيَقُولُونَ نَعَمْ. فَيَقُولُ قَبَضْتُمْ ثَمَرَةَ فُؤَادِهِ. فَيَقُولُونَ نَعَمْ. فَيَقُولُ مَاذَا قَالَ عَبْدِى فَيَقُولُونَ حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ. فَيَقُولُ اللَّهُ ابْنُوا لِعَبْدِى بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ وَسَمُّوهُ بَيْتَ الْحَمْدِ


Apabila anak seorang hamba meninggal dunia, Allah berfirman kepada malaikat-Nya, “Kalian telah mencabut nyawa anak hamba-Ku?” Mereka berkata, “Benar.” Allah berfirman, “Kalian telah mencabut nyawa buah hatinya?” Mereka menjawab, “Benar.” Allah berfirman, “Apa yang diucapkan oleh hamba-Ku saat itu?” Mereka berkata, “Ia memujimu dan mengucapkan istirja’ (innaa lilaahi wa innaa ilaihi raaji’uun).” Allah berfirman, “Bangunkan untuk hamba-Ku di syurga, dan namai ia dengan nama baitul hamdi (rumah pujian).” (HR. Tirmidzi, no. 1021; Ahmad, 4: 415. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).


 

Kesembilan: Membaca doa masuk pasar

Dari Salim bin ‘Abdillah bin ‘Umar, dari bapaknya Ibnu ‘Umar, dari moyangnya (‘Umar bin Al-Khattab), ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ دَخَلَ السُّوقَ فَقَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكُ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ حَىٌّ لاَ يَمُوتُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةٍ وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ أَلْفِ سَيِّئَةٍ وَرَفَعَ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ دَرَجَةٍ


“Siapa yang masuk pasar lalu mengucapkan, “Laa ilaaha illallah wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku walahul hamdu yuhyii wayumiit wa huwa hayyun laa yamuut biyadihil khoir wahuwa ‘alaa kulli syain qodiir (tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah yang memiliki kekuasaan dan segala pujian untuk-Nya.” Allah akan menuliskan untuknya sejuta kebaikan, menghapus darinya sejuta kejelekan, mengangkat untuknya sejuta derajat, dan membangunkan untuknya sebuah rumah di syurga.” (HR. Tirmidzi, no. 3428. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if).


Dalam riwayat lain disebutkan, dari Ibnu ‘Umar RA, Rasulullah SAW bersabda,


مَنْ دَخَلَ السُّوْقَ فَبَاعَ فِيْهَا وَاشْتَرَى ، فَقَالَ : لاَ إِلَه َإِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، لَهُ الملْكُ ، وَلَهُ الحَمْدُ ، يُحْيِي وَيُمِيْتُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْر ، كَتَبَ اللهُ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةٍ ، وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ أَلْفِ سَيِّئَةٍ ، وَبَنَى لَهُ بَيْتًا فِي الجَنَّةِ


“Siapa yang memasuki pasar lalu ia melakukan jual beli di dalamnya, lantas mengucapkan: Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu, yuhyi wa yumiit wa huwa ‘ala kulli syai’in qadir; maka Allah akan mencatat baginya sejuta kebaikan, akan menghapus darinya sejuta kejelekan dan akan membangunkan baginya rumah di syurga.” (HR. Al-Hakim dalam Mustadrak, 1: 722)


Meskipun riwayatnya dha’if atau lemah namun karena kita diperintahkan berdzikir ketika orang itu lalai seperti kala di pasar, maka dzikir di atas masih boleh diamalkan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,


“إذا تضمنت أحاديث الفضائل الضعيفة تقديراً وتحديداً ؛ مثل صلاة في وقت معين ، بقراءة معينة ، أو على صفة معينة ؛ لم يجز ذلك – أي العمل بها – لأن استحباب هذا الوصف المعين لم يثبت بدليل شرعي ، بخلاف ما لو روي فيه : (مَن دخل السوق فقال : لا إله إلا الله كان له كذا وكذا) فإن ذكر الله في السوق مستحب ، لما فيه من ذكر الله بين الغافلين ، فأما تقدير الثواب المروي فيه فلا يضر ثبوته ولا عدم ثبوته


Jika suatu hadits yang menerangkan fadhilah atau keutamaan suatu amalan dari sisi jumlah atau pembatasan tertentu seperti shalat di waktu tertentu, membaca bacaan tertentu, atau ada tata cara tertentu, tidak boleh diamalkan jika haditsnya berasal dari hadits dha’if. Karena menetapkan tata cara yang khusus dalam ibadah haruslah ditetapkan dengan dalil.


Adapun mengenai doa masuk pasar yaitu haditsnya berbunyi, siapa yang masuk pasar lantas membaca laa ilaha illallah dan seterusnya, maka perlu dipahami bahwa secara umum berdzikir ketika masuk pasar itu disunnahkan. Karena kita diperintahkan berdzikir saat orang-orang itu lalai. Besarnya pahala yang disebutkan dalam hadits tersebut (hingga disebutkan sejuta, pen.) tidaklah menimbulkan problema ketika bacaan tersebut diamalkan, baik nantinya hadits tersebut dihukumi shahih ataukah tidak. ” (Majmu’ Al-Fatawa, 18: 67)


Dalil umum yang memerintahkan kita banyak dzikir termasuk di pasar adalah hadits berikut.


Dari ‘Abdullah bin Busr, ia berkata,

جَاءَ أَعْرَابِيَّانِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ أَحَدُهُمَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ « مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ ». وَقَالَ الآخَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ شَرَائِعَ الإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَىَّ فَمُرْنِى بِأَمْرٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ. فَقَالَ لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْباً مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ


“Ada dua orang Arab (badwi) mendatangi Rasulullah SAW, lantas salah satu dari mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, manusia bagaimanakah yang baik?” “Yang panjang umurnya dan baik amalannya,” jawab beliau. Salah satunya lagi bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syari’at Islam amat banyak. Perintahkanlah padaku suatu amalan yang bisa kubergantung padanya.” “Hendaklah lisanmu selalu basah untuk berdzikir pada Allah,” jawab beliau. (HR. Ahmad 4: 188, sanad shahih kata Syaikh Syu’aib Al-Arnauth). Hadits ini menunjukkan bahwa dzikir itu dilakukan setiap saat, bukan hanya di masjid, sampai di sekitar orang-orang yang lalai dari dzikir, kita pun diperintahkan untuk tetap berdzikir.


Abu ‘Ubaidah bin ‘Abdullah bin Mas’ud berkata, “Ketika hati seseorang terus berdzikir pada Allah maka ia seperti berada dalam shalat. Jika ia berada di pasar lalu ia menggerakkan kedua bibirnya untuk berdzikir, maka itu lebih baik.” (Lihat Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2: 524)


 

Kesepuluh: Menutup celah dalam shaf shalat

Dari ‘Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ سَدَّ فُرْجَةً بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الجَنَّةِ وَرَفَعَهُ بِهَا دَرَجَةً


Barang siapa yang menutupi suatu celah (dalam shaf), niscaya Allah akan mengangkat derajatnya karena hal tersebut dan akan dibangunkan untuknya sebuah rumah di dalam syurga.” (HR. Al-Muhamili dalam Al-Amali, 2: 36. Disebutkan dalam Ash-Shahihah, no. 1892)


 

Kesebelas: Beriman pada Nabi SAW

Dari Fadhalah bin ‘Ubaid RA, ia mendengar Rasulullah SAW bersabda,

أَنَا زَعِيمٌ وَالزَّعِيمُ الْحَمِيلُ لِمَنْ آمَنَ بِي وَأَسْلَمَ وَهَاجَرَ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ وَأَنَا زَعِيمٌ لِمَنْ آمَنَ بِي وَأَسْلَمَ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى غُرَفِ الْجَنَّةِ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَلَمْ يَدَعْ لِلْخَيْرِ مَطْلَبًا وَلَا مِنْ الشَّرِّ مَهْرَبًا يَمُوتُ حَيْثُ شَاءَ أَنْ يَمُوتَ


“Aku menjamin orang yang beriman kepadaku, masuk islam dan berhijrah dengan sebuah rumah di pinggir syurga, di tengah syurga, dan syurga yang paling tingggi. Aku menjamin orang yang beriman kepadaku, masuk islam dan berjihad dengan rumah di pinggir surga, di tengah surga dan di surga yang paling tinggi. Barangsiapa yang melakukan itu, maka ia tidak membiarkan satu pun kebaikan, dan ia lari dari setiap keburukan, ia pun akan meninggal, di mana saja Allah kehendaki untuk meninggal.” (HR. An-Nasa’i, no. 3135. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)


 

Wednesday, November 1, 2017

Keutamaan Saf Pertama

shaf


Apabila kita masuk ke masjid, ramai di kalangan kita yang rugi kerana kita tidak berdoa ketika masuk ke masjid, kemudian kita duduk di saf belakang, kemudian kita duduk tanpa solat tahiyyatul masjid dan duduk tanpa berniat iktikaf masjid.


Maka bersegeralah menuju masjid, dan carilah saf pertama. kerana ;


1, Pahanya amat besar.


Sungguh, dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW telah bersabda,


لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا


“Seandainya manusia mengetahui apa yang ada (yaitu keutamaan) di dalam seruan (adzan) dan shaf pertama, lalu mereka tidak boleh mendapatkan shaf tersebut kecuali dengan undian, sungguh mereka akan melakukan undian untuk mendapatkannya.” (HR. Bukhari 580)


2. Allah dan Para Malaikat Bershalawat Kepada Orang-Orang Di Shaf Awal


Dan tidakkah Anda ingin shalat bersama dengan para malaikat. Diriwayatkan dari Al Barra’ bin ‘Adzib bahwa Nabi SAW bersabda,


“إن الله وملائكته يصلون على الصف المقدم، والمؤذن يغفر له مدى صوته ويصدقه من سمعه من رطب ويابس وله مثل أجر من صلى معه”


“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang di shaf awal, dan muadzin itu akan diampuni dosanya sepanjang radius suaranya, dan dia akan dibenarkan oleh segala sesuatu yang mendengarkannya, baik benda basah maupun benda kering, dan dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang shalat bersamanya” (HR. Ahmad dan An Nasa’i )


Dalam hadits lain dari Nu’man bin Basyir RA beliau berkata, “Aku mendengar Rasululullah SAW bersabda,


إن الله وملائكته يصلون على الصف الأول أو الصفوف الأول


“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang di shaf pertama, atau di beberapa shaf yang awal” (HR. Ahmad).


3. Saf para malaikat


عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَال أَلاَ تَصُفُّونَ كَمَا تَصُفُّ الْمَلاَئِكَةُ عِنْدَ رَبِّهَا. فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ تَصُفُّ الْمَلاَئِكَةُ عِنْدَ رَبِّهَا قَالَ يُتِمُّونَ الصُّفُوفَ الأُوَلَ وَيَتَرَاصُّونَ فِى الصَّفِّ


 Jabir bin Samurah RA berkata, “Rasulullah SAW keluar kepada kami dan bersabda, ‘Tidakkah kalian ingin bershaf seperti shaf Malaikat di hadapan Tuhannya?’ Kami (para sahabat) bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana Malaikat bershaf di hadapan Tuhannya?” Rasulullah SAW bersabda, ‘Mereka menyempurnakan shaf-shaf awal dan merapatkan shaf.” (HR. Muslim)

4. Shaf terbaik bagi laki-laki


خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا


Shaf kaum lelaki yang paling baik adalah shaf pertama dan shaf yang paling jelek adalah shaf terakhir. Sedangkan shaf kaum wanita yang paling baik adalah shaf terakhir dan yang paling jelek adalah shaf pertama.” (HR. Muslim)

5. Terhindar dari kemunduran



تَقَدَّمُوا فَائْتَمُّوا بِى وَلْيَأْتَمَّ بِكُمْ مَنْ بَعْدَكُمْ لاَ يَزَالُ قَوْمٌ يَتَأَخَّرُونَ حَتَّى يُؤَخِّرَهُمُ اللَّهُ


Rasulullah SAW melihat para sahabat mundur ke belakang. Maka beliau pun bersabda, “Majulah dan ikutilah aku. Shaf yang di belakangnya mengikuti shaf depannya. Kaum yang selalu mundur (dalam bershaf), Allah akan memundurkan mereka.” (HR. Muslim)


 

Wednesday, October 11, 2017

Mahsyar

Semua manusia akan dibangkitkan dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitankan sebagaimana keadaan mereka ketika pertama kali diciptakan.” Rasulullah lalu membaca: Sebagaimana kami menciptakan (manusia) pertama kali, maka kami akan mengembalikannya. Itu merupakan janji yang akan kami laksanakan.” (Qs Al-Anbiya: 104).


Pada hari itu, sekecil apa pun amal kebaikan yang pernah dilakukan seseorang di dunia sangat berharga untuk melepaskan sebahagian dari seksaan yang dideritanya ini. Rasulullah s.a.w. bersabda, “Barang siapa yang melepaskan seorang mukmin dari kesusahan, maka Allah akan melepaskan darinya satu daripada kesusahan yang terdapat pada hari kiamat.” (Riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah).


Daripada Abu Qatadah bahawa Nabi s.a.w. bersabda, “Barang siapa yang menginginkan agar Allah menyelamatkannya daripada kesusahan (yang dialami) pada hari Kiamat, maka bantulah orang yang dalam kesusahan, atau kurangilah kesusahannya.” (Riwayat Muslim).


Daripada ‘Uqbah bin ‘Amir bahawa Nabi s.a.w. bersabda, “Seseorang akan berteduh di bawah naungan sedekahnya hingga waktu pengadilan (hisab) tiba.”


Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di “Musnad”-nya. Al-Hafiz Ibn Abi Al-Dunya meriwayatkan daripada Ibn Mas’ud, “Semua manusia dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan telanjang, sangat lapar, sangat haus dan sangat penat. Barang siapa yang pernah memberikan pakaian kerana Allah, maka Allah akan memberinya pakaian. Barang siapa yang pernah memberi makan kerana Allah, maka Allah akan memberinya makanan. Barang siapa yang pernah memberi minum kerana Allah, maka Allah akan memberinya minuman. Dan barang siapa yang pernah memaafkan karena Allah, maka Allah akan memaafkannya.”


Ulama tabiin kenamaan di kota Mekah, Sufyan bin ‘Uyainah, berkata, “Tidak ada nikmat yang Allah berikan kepada hamba-Nya melebihi kebesaran kalimat tauhid: La ilaha illallah. Sebab kalimat ini di akhirat ibarat air sejuk di dunia.”


Diceritakan oleh Imam Al-Hafiz Jamaluddin Al-Mizzi dalam Tahdzib Al-Kamal fi Asma Al-Rijal. Di bawah Naungan Allah Sementara itu, apabila kebanyakan manusia dalam kesusahan, terdapat orang-orang tertentu yang seolah-olah tidak mengalami sebarang seksaan apa pun. Mereka adalah orang-orang yang di dunia telah mengalami kesusahan sekejap demi menjaga agama dan prinsipnya, ketika kebanyakan manusia pada saat itu menikmati keseronokan hawa nafsunya.


سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ اِلاَّ ظِلُّهُ : اْلاِمَامٌ الْعَادِلُ. وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ . وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّلَقٌ  بِالْمَسَاجِدِ. وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِيْ اللهِ اِجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ. وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَاَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ اِنِّيْ اَخَافُ اللهَ. وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَاَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمُ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ. وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ  رواه احمد والبخاري ومسلم والنسائي


Rasulullah s.a.w. bercerita tentang mereka, “Tujuh golongan yang berada di bawah naungan Allah ketika tidak ada naungan selain naungan-Nya; pemimpin yang adil, pemuda yang tubuhnya sentiasa menyembah Allah, seseorang yang hatinya terpaut kepada masjid jika ia keluar hingga kembali semula, dua orang yang saling mencintai kerana Allah; mereka berjumpa dan berpisah kerana-Nya, seseorang yang mengingat Allah dalam keadaan sendirian hingga meneteskan air mata, seorang laki-laki yang dirayu oleh wanita cantik dan terhormat namun menolaknya dengan berkata: aku takut kepada Allah, dan seseorang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diberikan tangan kanannya.” Hadis sahih yang diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim ini mengandung keutamaan luar biasa untuk orang-orang yang memiliki salah satu, apalagi lebih, dari tujuh sifat ini. Iaitu adil, menjaga kebersihan diri sejak muda, sangat mencintai masjid, cinta kerana Allah, mengingat Allah dalam keadaan sendirian, menjaga diri daripada zina, dan bersedekah tanpa mengharap sembarang pujian ataupun balasan.


Imam ahli hadis terbesar di Andalusia Al-Hafiz Ibn Abdil Bar dalam dua kitabnya Al-Tamhid dan Al-Istizkar mentakwil kalimat “naungan Allah” yang disebutkan dalam hadis ini dengan “rahmat Allah.” Sebab mustahil Allah s.w.t. memiliki bayangan hingga manusia dapat berteduh di bawahnya. Ahli hadis yang dikenal dengan gelaran Hafiz Al-Maghrib ini selanjutnya berkata, “Barang siapa yang berada di bawah naungan Allah, maka ia selamat dari kengerian hari kebangkitan dan segala sesuatu yang tengah menimpa manusia lain pada saat itu seperti rasa khuatir, stres dan (seksaan) keringat.”


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلاً


“Manusia akan dikumpulkan pada hari Kiamat dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 5102 dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha).


Demikianlah keadaan manusia tatkala bertemu dengan Allah Ta’ala di Padang Mahsyar dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan. Meskipun demikian, akhirnya mereka diberi pakaian juga. Dan manusia yang pertama kali diberi pakaian adalah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


إِنَّ أَوَّلَ مَنْ يُكْسَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِبْرَاهِيْمُ


“Sesungguhnya orang pertama yang diberi pakaian pada hari Kiamat adalah Nabi Ibrahim.” (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 4371).


Adapun pakaian yang dikenakannya ketika itu adalah pakaian yang dikenakan ketika mati. Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


اَلْمَيِّتُ يُبْعَثُ فِيْ ثِيَابِهِ الَّتِيْ يَمُوْتُ فِيْهَا


“Mayit akan dibangkitkan dengan pakaian yang dikenakannya ketika mati.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya. Hadits ini dinilai shahih oleh al-Albani dalam Shohiih at-Targhib wat-Tarhib, no. 3575)


Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, tatkala hendak menguburkan jenazah ibunya, beliau meminta agar jenazah ibunya dikafani dengan pakaian yang baru. Beliau mengatakan, “Perbaguskanlah kafan jenazah kalian, karena sesungguhnya mereka akan dibangkitkan dengan (memakai) pakaian itu.” (Fat-hul Bari Syarah Shahih al-Bukhari, 11/383).



Bagaimana Manusia Digiring Ke Padang Mahsyar?


Manusia digiring ke Padang Mahsyar dengan berbagai kondisi yang berbeda sesuai dengan amalnya. Ada yang digiring dengan berjalan kaki, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:


إِنَّكُمْ مُلاَقُو اللهِ حُفَاةً عُرَاةً مُشَاةً غُرْلاً


“Sesungguhnya kalian akan menjumpai Allah dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian, berjalan kaki, dan belum dikhitan.” (Hadits shahih. Diriwayat-kan oleh al-Bukhari, no. 6043)


Ada juga yang berkendaraan. Namun tidak sedikit yang diseret di atas wajah-wajah mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


إِنَّكُمْ تُحْشَرُوْنَ رِجَالاً وَرُكْبَانًا وَتُجَرُّوْنَ عَلَى وُجُوْهِكُمْ


“Sesungguhnya kalian akan dikumpulkan (ke Padang Mahsyar) dalam keadaan berjalan, dan (ada juga yang) berkendaraan, serta (ada juga yang) diseret di atas wajah-wajah kalian.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, dan beliau mengatakan, “Hadits hasan.” Hadits ini dinilai hasan oleh al-Albani dalam Shahiih at-Targhib wat-Tarhib, no. 3582).


Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa ada seseorang berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,


يَا رَسُولَ اللهِ كَيْفَ يُحْشَرُ الْكَافِرُ عَلَى وَجْهِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟ قَالَ: أَلَيْسَ الَّذِي أَمْشَاهُ عَلَى رِجْلَيْهِ فِي الدُّنْيَا قَادِرًا عَلَى أَنْ يُمْشِيَهُ عَلَى وَجْهِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟!


“Wahai Rasulullah, bagaimana bisa orang kafir digiring di atas wajah mereka pada hari Kiamat?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Bukankah Rabb yang membuat seseorang berjalan di atas kedua kakinya di dunia, mampu untuk membuatnya berjalan di atas wajahnya pada hari Kiamat?!” Qatadah mengatakan, “Benar, demi kemuliaan Rabb kami.” (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6042 dan Muslim, no. 5020).



Ketika Matahari Didekatkan Dengan Jarak Satu Mil


Kaum muslimin yang kami muliakan, ketika manusia dikumpulkan di padang Mahsyar, matahari didekatkan sejauh satu mil dari mereka, sehingga manusia berkeringat, hingga keringat tersebut menenggelamkan mereka sesuai dengan amalan masing-masing ketika di dunia.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


تُدْنَى الشَّمْسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْخَلْقِ حَتَّى تَكُوْنَ مِنْهُمْ كَمِقْدَارِ مِيْلٍ، قَالَ سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ : فَوَاللهِ، مَا أَدْرِي مَا يَعْنِي بِالْمِيْلِ أَمَسَافَةَ اْلأَرْضِ أَمْ الْمِيْلَ الَّذِي تُكْتَحَلُ بِهِ الْعَيْنُ، قَالَ : فَيَكُوْنُ النَّاسُ عَلَى قَدْرِ أَعْمَالِهِمْ فِي الْعَرَقِ فَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى كَعْبَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى حَقْوَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يُلْجِمُهُ الْعَرَقُ إِلْجَامًا، وَأَشَارَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ إِلَى فِيْهِ


“Pada hari kiamat, matahari didekatkan jaraknya terhadap makhluk hingga tinggal sejauh satu mil.” –Sulaim bin Amir (perawi hadits ini) berkata: “Demi Allah, aku tidak tahu apa yang dimaksud dengan mil. Apakah ukuran jarak perjalanan, atau alat yang dipakai untuk bercelak mata?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sehingga manusia tersiksa dalam keringatnya sesuai dengan kadar amal-amalnya (yakni dosa-dosanya). Di antara mereka ada yang keringatnya sampai kedua mata kakinya. Ada yang sampai kedua lututnya, dan ada yang sampai pinggangnya, serta ada yang tenggelam dalam keringatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat dengan meletakkan tangan ke mulut beliau.” (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2864)


Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Jarak satu mil ini, baik satu mil yang biasa atau mil alat celak, semuanya dekat. Apabila sedemikian rupa panasnya matahari di dunia, padahal jarak antara kita dengannya sangat jauh, maka bagaimana jika matahari tersebut berada satu mil di atas kepala kita?!” (Syarah al-‘Aqidah al-Wasithiyyah, 2/134).


Jika matahari di dunia ini didekatkan ke bumi dengan jarak 1 mil, niscaya bumi akan terbakar. Bagaimana mungkin di akherat kelak matahari didekatkan dengan jarak 1 mil namun makhluk tidak terbakar?


Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa pada hari Kiamat kelak tatkala manusia dikumpulkan di padang mahsyar, kekuatan mereka tidaklah sama dengan kekuatan mereka ketika hidup di dunia. Akan tetapi mereka lebih kuat dan lebih tahan. Seandainya manusia sekarang ini berdiri selama 50 hari di bawah terik matahari tanpa naungan, tanpa makan, dan tanpa minum, niscaya mereka tidak mungkin mampu melakukannya, bahkan mereka akan binasa. Namun pada hari Kiamat kelak, mereka mampu berdiri selama 50 tahun tanpa makan, tanpa minum, dan tanpa naungan, kecuali beberapa golongan yang dinaungi Allah Ta’ala. Mereka juga mampu menyaksikan kengerian-kengerian yang terjadi. Perhatikanlah keadaan penghuni Neraka yang disiksa (dengan begitu kerasnya), namun mereka tidak binasa karenanya. Allah Ta’ala berfirman:


كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُوْدُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُوْدًا غَيْرَهَا لِيَذُوْقُوا الْعَذَابَ (56)


“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan adzab.” (An-Nisa’: 56). (Syarah Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah, 2/135)



Golongan Yang Akan Mendapatkan Naungan ‘Arsy Allah Ta’ala


Pada hari yang sangat panas itu, Allah Ta’ala akan memberikan naungan kepada sebagian hamba pilihan-Nya. Tidak ada naungan pada hari itu kecuali naungan-Nya semata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dengan naungan ‘Arsy-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali hanya naungan-Nya semata.


سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ: اْلإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ: إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ


“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dengan naungan ‘Arsy-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali hanya naungan-Nya semata.
1.
Imam (pemimpin) yang adil.


2. Pemuda yang tumbuh besar dalam beribadah kepada Rabbnya.


3. Seseorang yang hatinya senantiasa terpaut pada masjid.


4.  Dua orang yang saling mencintai karena Allah, dimana keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah.


5. Dan seorang laki-laki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang berkedudukan lagi cantik rupawan, lalu ia mengatakan: “Sungguh aku takut kepada Allah.”


6. Seseorang yang bershodaqoh lalu merahasiakannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya.


7.   Dan orang yang berdzikir kepada Allah di waktu sunyi, lalu berlinanglah air matanya.” (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, II/143 – Fat-h, dan Muslim, no. 1031).


Golongan lain yang mendapatkan naungan Allah Ta’ala adalah orang yang memberi kelonggaran kepada orang yang kesulitan membayar hutang kepadanya atau memutihkan hutang darinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ اللهُ فِي ظِلِّهِ


“Barangsiapa yang memberi kelonggaran kepada orang yang sedang kesulitan membayar hutang atau memutihkan hutang orang tersebut, niscaya Allah akan menaunginya dalam naungan Arsy-Nya (pada hari Kiamat).” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 3006)


Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah taufiq dan pertolongan-Nya kepada kita untuk menjadi bagian dari golongan yang mulia ini. Amin


Sumber: https://muslim.or.id/7416-peristiwa-di-padang-mahsyar.html


 

Ketika manusia dibangkitkan di Mahsyar

يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حُفُاةً عُرَاةً غُرْلاً  قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ  النِّسَاءُ وَالرِّجَالُ جَمِيْعًا؟  يَنْظُرُ بَعْضُهُمْ اِلَى بَعْضٍ!  قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:  يَا عَائِشَةُ اَلاَمْرَ اَشَدُّ مِنْ اَنْ يَنْظُرَ بَعْضُهُمْ اِلَى بَعْضٍ  =متفق عليه=


“Manusia dikumpulkan pada hari kiamat keadaan tanpa beralas kaki, telanjang, belum di khitan”. Aku bertanya : “Ya Rasulallah, perempuan dan laki-laki semuanya? Sebagian mereka akan melihat kepada sebagian yang lain”. Beliau saw bersabda : “Hai A’isyah, urusan pada saat itu lebih dahsyat ketimbang sebagian melihat kepada sebagian yang lain”. =HR. Muttafaqun ‘Alaih=

Sahabat Rasul Sya’ban RA yang Menyesal Saat Sakaratul Maut

 sahabat

Syaaban ialah seorang sahabat nabi SAW yang sentiasa solat berjemaah di Masjid Nabawi walaupun rumahnya jauh jaraknya dari masjid. Dia biasanya akan duduk iktikaf di sudut yang agak jauh dari para sahabat yang lain, sehingga para sahabat tahu itulah tempat duduk Syaaban ketika beliau berada di masjid.



Pada sautu Subuh, Rasulullah SAW berasa hairan kerana Syaaban tiada ditempat biasanya.


Rasul pun bertanya lagi “Apa ada yang mengetahui dimana rumah Sya’ban?” Seorang sahabat mengangkat tangan dan mengatakan bahwa dia tahu diana rumah Sya’ban.


Akhirnya, Rasulullah dan para sahabat sampai di rumah Sya’ban tapi sayangnya Syaban telah meninggal dunia.


 “Apa  kalimat yang diucapkannya?” tanya Rasulullah.


Jawab isteri Syaaban ; kami pening dan tak faham apa perkataaan yang disebutnya. “Dia bekata  kenapa tidak lebih jauh, kenapa tidak yang baru,  kenapa tidak semua,


Rasulullah SAW pun membaca ayat 22 surah Qaaf.


لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ


“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami bukakan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”


“Saat Sya’ban ra dalam keadaan sakaratul maut, perjalanan hidupnya diulang tayangkan  oleh Allah SWT. Bukan hanya itu, semua ganjaran dari perbuatannya diperlihatkan oleh Allah. Apa yang dilihat oleh Sya’ban ra (dan orang yang sakaratul maut) tidak akan disaksikan yang lain. Dalam padangannya yang tajam itu Sya’ban ra melihat suatu adegan dimana aktiviti hariannya dia pergi pulang ke masjid untuk shalat berjemaah lima waktu.  Dalam tayangan itu pula Sya’ban ra diperlihatkan pahala yang diperolehnya dari langkah-langkahnya ke masjid,” ujar Rasulullah.


Dia melihat seperti apa bentuk surga yang dijanjikan sebagai ganjarannya. Saat dia melihat dia berucap “sayangnya, mengapa tidak lebih jauh” timbul penyesalan dalam diri Sya’ban ra, mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi supaya pahala yang didapatkan lebih indah. Dalam penggalan kalimat berikutnya Sya’ban ra melihat saat ia akan berangkat sholat berjamaah di musim dingin.


Saat ia membuka pintu, berhembuslah angin dingin yang menusuk tulang. Dia masuk ke dalam rumahnya dan mengambil satu baju lagi untuk dipakainya. Dia memakai dua baju, Sya’ban memakai pakaian yang bagus (baru) di dalam dan yang biasa digunakan mungkin sudah kotor terkena debu dsb (lama) di luar.


Dia berpikir jika kena debu tentu yang kena hanyalah baju yang luar dan sampai di masjid dia boleh membuka baju luar dan shalat dengan baju yang lebih bagus. Ketika dalam perjalanan menuju masjid dia menemukan seseorang yang terbaring yang kedinginan dalam kondisi mengenaskan. Sya’ban pun hiba dan segera membukakan baju yang paling luar lalu dipakaikan kepada orang tersebut kemudian dia memapahnya ke masjid agar dapat melakukan shalat Subuh bersama-sama.


Orang itupun selamat dari mati kedinginan dan bahkan sempat melakukan shalat berjamaah. Sya’ban ra pun kemudian melihat indahnya surga yang sebagai balasan memakaikan bajunya yang di bahagian luar (ysng lama)kepada orang tersebut. Kemudian dia berteriak lagi “Aduh!! Kenapa tidak yang baru” timbul lagi penyesalan dibenak Sya’ban ra. Jika dengan baju butut saja bisa mengantarkannya mendapat pahala besar, sudah tentu dia akan mendapatkan yang lebih besar jika dia memberikan pakaian yang baru.


Berikutnya, Sya’ban ra melihat lagi suatu adegan. Ketika dia hendak sarapan dengan roti yang dimakan dengan cara mencelupkan dulu ke dalam segelas susu. . ketika baru saja ingin memulai sarapan, muncullah pengemis di depan pintu yang meminta sedikit roti karena sudah tiga hari perutnya tidak diisi makanan. Melihat hal itu, Sya’ban ra merasa hiba. Ia kemudian membagi dua roti tersebut dengan ukuran sama besar dan membagi dua susu ke dalam gelas dengan ukuran yang sama rata, kemudan mereka makan bersama-sama. Allah SWT kemudain memperlihatkan Sya’ban ra dengan surga yang indah.


Ketika melihat itupun Sya’ban ra teriak lagi “ Aduh kenapa tidak semua!!” Sya’ban ra kembali menyesal. Seandainya dia memberikan semua roti itu kepada pengemis  tersebut, pasti dia akan mendapat syurga yang lebih indah. Masya Allah, Sya’ban bukan menyesali perbuatanya melainkan menyesali mengapa tidak yang yang terbaik.


Seseungguhnya pada suatu saat nanti, kita semua akan mati, akan menyesal dan tentu dengan kadar yang berbeda. Bahkan ada yang meminta untuk ditunda matinya, karena pada saat itu barulah terlihat dengan jelas dari semua perbuatannya di dunia. Mereka meminta untuk ditunda sesaat karena ingin bersedekah. Namun kematian akan datang pada waktunya, tidak dapat didahulukan dan tidak dapat diakhirkan.




Sunday, August 20, 2017

Allah SWT menerima amalan terbaik seorang hamba

 pengemis


وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (105)


Buatlah apa saja yang kamu mahu, nescaya Allah SWT, rasulnya dan orang yang beriman   akan melihat semua perbuatan kamu ketika di dunia dulu, kedi akhirat  nanti dimudian akan  dibentangkan segala perbuatan kamu dan para nabi dan orang yang beriman sebagai saksi. 


Berdasarkan ayat al-Quran di atas, Allah, para rasul dan orang yang beriman akan melihat segala perbuatan yang kita lakukan ketika kita di dunia dulu ketika kita sedang dihisab di akhirat nanti.


Jadi, kita kena sedar bahawa kita akan dinilai oleh Allah SWT, para rasul dan orang-orang yang beriman. Apakah tahap perbuatan kita ketika didunia adalah baik, terbaik atau jahat dan sebagainya. Pendek kata 3 golongan inilah yang akan menilai dan memberi markah kepada perbuatan kita.


Samalah seperti kita  membuat persembahan, pasti ada hakim yang akan menilai kita, siapa yang menjadi terbaik, siapa pemenang dan siapa pula yang akan kalah. Walaupun ramai para penonton menyebelahi kita, tapi keputusan hakim juga yang diambilkira. jadi kita sepatutnya berusaha untuk menyakin dan memberi persembahan yang boleh memuaskan hati para hakim, barulah kita dapat mendapat kemenangan.


Begitulah juga ibarat perbuatan dan amalan kita ketika di dunia, walaupun kita dipuji oleh seluruh manusia sebagai yang terbaik dan tiada tandingan. Tapi belum pasti, apakah nilai amalan kita di sisi Allah SWT sama seperti yang telah kita raih ketika di dunia kerana neraca penialian Allah SWT tidak sama dengan neraca penilaian makhluk di dunia, Oleh itu, kita hendaklah berusaha agar segala perbuatan dan amalan kita di dunia ini tinggi nilainya pada neraca penilaian Allah SWT. Ada sessetengah amalan atau perbauatan kita tinggi nilainya di sisi manusia, tetapi tiada nailai klangsung di sisi Allah dan begitulah sebaliknya ada amalan yang tinggi nilainya di sisi Allah, tetapi rendah nilainya di sisi manusia. Jadi, pilihlah amalan yang tinggi nilainya di Allah, walaupun rendah nilainya di sisi manusia, nescaya barulah kita selamat di dunia dan akhirat.


Dalam surah al-Mulk Allah telah menjelaskan apakah amalan yang Allah SWT terima dari hambanya dan mendapat nailai atau markah yang paling tinggi.


الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ 


 ayat 2 Surah al-Mulk di atas, Allah menegaskan bahawa Dia menciptakan mati dan hidup untuk menentukan siapakah yang paling baik atau terbaik amalannya.  Allah gunakan perkataan أَحْسَنُ عَمَلًا yang bermaksud terbaik atau paling baik, bukannya perkataan أكثر عَمَلًا yang bermaksud paling banyak atau terbanyak. Sebagai contoh, kita lihat apabila seseorang pelajar yang ingin berjaya dalam sesuatu peperiksaan, sudah tentulah pelajar yang berjaya ialah yang paling banyak membaca buku bukannya yang paling banyak bilangan buku.


Ini menunjukkan bahawa Allah SWT mementingkan kualiti sesuatu perbuatan atau amalan, bukannya kuantiti amalan tersebut. Ini juga bermaksud walaupun amlan kita sedikit tetapi bermutu dan tetap konsisten, maka ia lebih baik daripada amalan yang banyak tetapi kurang kualitinya seperti dibuat ala kadar atau sekadar melepaskn batuk di tangga.


إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ


Sesungguhnya Allah SWT tidak hanya melihat kepada rupa dan harta kamu, tapi Allah juga meihat kepada hati dan perbuatan kamu.


Berdasarkan hadis di atas, jelaslah bahawa walaupun kita membuat sesutu perkara yang baik seperti bersedekah dengan penampilan yang sangat segak dan bergaya tapi ingatlah bahawa Allah bukan hanya lihat harta yang kamu sedekahkan dan penampilan kamu, tetapi Allah menilai juga dari segi hati dan perbuatan itu adakah benar ikhlas atu sekadar menununjuk-nunjuk. Jika dilakukan dengan tujuan yang tidak ikhlas spt menunjuk-nunjuk, Allah tidak melihatpun (tiada nilai pahalapun) sebaliknya kalau ikhlas semata-mata kerana Allah walaupun sedekah seorang fakir miskin yang comot dan tak terurus penampilannya akan dilihat Allah SWT.


Kesimpulannya, marilah kita melakukan sesuatu amalan yang baik dengan penuh keikhlasan kepada allah SWT walaupun sedikit tetapi yang terbaik dan konsisten. Semoga segala amalan baik kita diterima oleh Allah SWT.  

Wednesday, May 31, 2017

Puasa : Pastikan ada pahala dan diterima Allah

Biarlah Puasa kita ada pahala dan diterima

Di bulan Ramadhan ini setiap muslim memiliki kewajiban untuk menjalankan puasa dengan menahan lapar dan dahaga mulai dari fajar hingga terbenamnya matahari. Namun ada di antara kaum muslimin yang melakukan puasa, dia tidaklah mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja atau tidak mendapat pahala puasa.


رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ


Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy


Di antara sebabnya ialah ;

1. Berkata Dusta (az zuur)

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ


Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak perlu dari  lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari
As Suyuthi mengatakan bahwa az zuur adalah berkata dusta dan menfitnah (buhtan). Sedangkan mengamalkannya bererti melakukan perbuatan keji. (Syarh Sunan Ibnu Majah, 1/121, Maktabah Syamilah)

2. Berkata lagwu(sia-sia) dan rofats (kata-kata lucah)

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ


Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau tindakan bodoh padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”. (HR. Ibnu Majah dan Hakim.


Apa yang dimaksud dengan lagwu? Dalam Fathul Bari (3/346), Al Akhfasy mengatakan,


اللَّغْو الْكَلَام الَّذِي لَا أَصْل لَهُ مِنْ الْبَاطِل وَشَبَهه


Lagwu adalah perkataan sia-sia dan semisalnya yang tidak berfaedah.” 


Dalam Fathul Bari (5/157), Ibnu Hajar berkata :


وَيُطْلَق عَلَى التَّعْرِيض بِهِ وَعَلَى الْفُحْش فِي الْقَوْل


“Istilah Rofats digunakan dalam pengertian ‘kiasan untuk hubungan badan’ dan semua perkataan keji.”
Al Azhari mengatakan,


الرَّفَث اِسْم جَامِع لِكُلِّ مَا يُرِيدهُ الرَّجُل مِنْ الْمَرْأَة
“Istilah rofats adalah istilah untuk setiap hal yang diinginkan laki-laki pada wanita.” lain rofats adalah kata-kata porno atau lucah.


3. Melakukan Berbagai Macam Maksiat


Ingatlah bahwa puasa bukanlah hanya menahan lapar dan dahaga saja, namun hendaknya seorang yang berpuasa juga menjauhi perbuatan yang haram.


Ibnu Rojab Al Hambali berkata: 
“Ketahuilah, amalan taqorub (mendekatkan diri) pada Allah Ta’ala dengan meninggalkan berbagai syahwat  tidak akan sempurna hingga seseorang mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan perkara yang dilarang iaitu dusta, perbuatan zholim, permusuhan di antara manusia dalam masalah darah, harta dan kehormatan.” (Latho’if Al Ma’arif, 1/168, Asy Syamilah)

Jabir bin ‘Abdillah pula berkata :“Seandainya kamu berpuasa maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu dan mulutmu turut berpuasa dari dusta dan hal-hal haram serta janganlah kamu menyakiti jiran. Bersikap tenang dan berwibawalah di hari puasamu. Jangan kamu jadikan hari puasamu sama seperti hari kamu tidak berpuasa”   (Lihat Latho’if Al Ma’arif, 1/168, Asy Syamilah)


Semoga puasa kita diterima Allah SWT.

Keadilan dalam Ekonomi

Konsep Keadilan dalam Ekonomi


Salah satu sumbangan besar Islam dalam bidang Ekonomi Dunia ialah prinsip keadilan dan perlaksanaannya dalam semua aspek kehidupan manusia. Dengan itu, setiap anggota masyarakat boleh memperbaiki kehidupan kebendaan mereka disamping memperbaiki kehidupan rohani mereka serta mengingatkan mereka bahawa setiap  benda di dunia ini adalah  dikongsi bersama untuk kegunaan semua makhluk. Setelah meraka mendapat faedah dari kekayaan masing-masing, mereka hendaklah memberi faedah yang sama kepada ahli masyarakat yang lain.


Sikap ini akan melahirkan individu yang tidak hanya mementingkn diri sendiri, tetapi bantu membantu kepada orang lain agar dapat sama-sama merasakan faedah kebendaan tadi sekaligus tanpa disedari telah berjaya menyusun satu sistem ekonomi yang berlandaskan kesamaan dan keadilan kepada semua pihak.


Keadilan dalam Pengeluaran


Islam melarang menindas orang lain atau menggunakan kaedah yang tidak adil dalam mencari harta. al-Maududi dalam bukunya 'Economic Problem m/s 25 berkata :  "Islam tidak menggalakkan berusaha dan berlumba-lumba mencari kekayaan dengan cara tidak adil dan salah". 


Islam selalu meneknkan kepada umatnya agar manusia bekerja keras dengan segala kudrat dan upayanya menyara kehidupannya. Bertebaranlah ke seluruh pelusok  dunia kerana di situ pasti ada sumber rezeki, maka menjadi tugasnya untuk mencari rezeki tersebut.


Keadilan dalam pertukaran


Islam keras melarang melakukan kegiatan تلقى جلب  Talqqi Jalb  iaitu pasar gelap dan pengambilan untung secara berlebihan dan kegiatan بيع الحاضر لباد Bai

Tuesday, May 30, 2017

Doa Pelik 2 sahabat

doaku


عَنْ  إِسْحَاقَ بْنِ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ جَحْشٍ قَالَ يَوْمَ أُحُدٍ: " أَلَا نَأْتِي نَدْعُو اللهَ " فَخَلَوْا فِي نَاحِيَةٍ، فَدَعَا سَعْدٌ قَالَ: يَا رَبِّ، إِذَا لَقِينَا الْقَوْمَ غَدًا، فَلَقِّنِي رَجُلًا شَدِيدًا بَأْسُهُ شَدِيدًا حَرْدُهُ؛ فَأُقَاتِلَهُ فِيكَ وَيُقَاتِلُنِي، ثُمَّ ارْزُقْنِي عَلَيْهِ الظَّفَرَ حَتَّى أَقْتُلَهُ وَآخُذَ سَلَبَهُ، فَأَمَّنَ عَبْدُ اللهِ بْنُ جَحْشٍ ثُمَّ قَالَ: " اللهُمَّ ارْزُقْنِي غَدًا رَجُلًا شَدِيدًا حَرْدُهُ، شَدِيدًا بَأْسُهُ، أُقَاتِلُهُ فِيكَ وَيُقَاتِلُنِي، ثُمَّ يَأْخُذُنِي فَيَجْدَعُ أَنْفِي، فَإِذَا لَقِيتُكَ غَدًا قُلْتَ: يَا عَبْدَ اللهِ، فِيمَ جُدِعَ أَنْفُكَ وَأُذُنُكَ؟ فَأَقُولُ: فِيكَ وَفِي رَسُولِكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَتَقُولُ: صَدَقْتَ "، قَالَ سَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ: يَا بُنِيَّ، كَانَتْ دَعْوَةُ عَبْدِ اللهِ بْنِ جَحْشٍ خَيْرًا مِنْ دَعْوَتِي، لَقَدْ رَأَيْتُهُ آخِرَ النَّهَارِ وَإِنَّ أُذُنَهُ وَأَنْفَهُ لَمُعَلَّقَانِ فِي خَيْطٍ


 هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ " [التعليق - من تلخيص الذهبي] 2409 - على شرط مسلم


Dalam perang Uhud, Abdullah bin Jahsy r.a. berkata kepada Saad bin Abi Waqash r.a., "Wahai Saad, marilah kita sama-sama berdoa, dan di antara kita mengaminkanya. Yaitu, apabila salah seorang di antara kita berdoa terhadap apa yang diingininya, maka yang lainnya mengamini apa yang didoakan oleh saudaranya. Inilah doa yang paling dikabulkan oleh Allah S.W.T." Maka, dua sahabat tersebut pergi ke sebuah sudut, kemudian mereka berdoa di sana. Yang berdoa terlebih dahulu adalah Saad r.a. Inilah doanya: "Ya Allah, jika besok kami bertempur, maka hadapkanlah kepadaku seorang musuh yang sangat berani yang memiliki kekuatan menyerang yang hebat, dan saya melawannya dengan serangan yang hebat pula. Kemudian berilah kepadaku kemenangan, dan bunuhlah musuh tadi melalui tanganku ini. Kemudian kembalikanlah kami dengan membawa serta harta rampasan." Maka, Abdullah r.a. mengamini doa tersebut.


Kemudian giliran Abdullah bin Jahsy r.a. untuk berdoa. Inilah doanya: "Ya Allah, jika esok kami bertempur, maka temukanlah kepadaku seorang yang sangat hebat, dan berilah taufik kepadaku untuk menghadapinya dengan keberanian. Kemudian, ya Allah, syahidkanlah aku dalam pertempuran itu. Kemudian potonglah hidung dan telingaku sehingga pada hari Kiamat nanti, ketika di hadapan Rasulullah S.A.W., Engkau akan bertanya kepadaku, 'Hai Abdullah, mengapa hidung dan telingamu terpotong?' Maka, aku akan menjawab, 'Ya Allah, hidung dan telingaku terlah terpotong untuk berjuang di jalan-Mu dan di jalan Rasul-Mu. Dan, Engkau akan mengatakan: 'Benar, benar, semuanya telah terpotong untuk berjuang di jalan-ku'." Saad r.a. pun mengamini doa tersebut.


Keesokan harinya, terjadilah pertempuran yang berlangsung dengan sengitnya. Doa kedua sahabat ini telah dikabulkan oleh Allah S.W.T. sebagaimana yang mereka doakan. Saad r.a. berkata, "Doa Abdullah bin Jahsy r.a. lebih baik daripada doaku. Petang itu, aku melihat  dia syahid dan telinga dan hidungnya telah dipotong-potong oleh musuh. Riwayat al-Baihaqi (Sunan al-Kubra)  dan al-Hakim (Mustadrak - sahih menurut syarat Muslim). 


Saturday, May 13, 2017

اِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ اَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ اَبْوَابُ النَّارِوَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ.

Rahsia disebalik Segera Berbuka dan Lewatkan Sahur

puasa


Ibn ‘Abd al-Barr mengatakan hadis-hadis tentang menyegerakan berbuka dan melewatkan bersahur adalah sahih lagi mutawatir. (Ibn Hajar, Fath al-Bari, jil. 4, hal. 713). Dalam Musannaf Abdul Razzaq dengan sanad yang sahih daripada ‘Amr bin Maymun ak-Awdi katanya, sahabat-sahabat Rasulullah adalah orang yang paling segera berbuka dan paling lambat bersahur. (jil.4, hal. 226)


 لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ


Abdullah bin Yusuf menceritakan kepada kami bahawa Malik telah meriwayatkan kepada kami daripada Abu Hazim daripada Sahl bin Sa’d bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: “Manusia akan tetap mendapat kebaikan selagi mereka segera berbuka puasa. (al-Bukhari)


 لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ


Rasulullah s.a.w. bersabda: “Manusia akan tetap mendapat kebaikan selagi mereka segera berbuka puasa. (Muslim)


 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَحَبُّ عِبَادِي إِلَيَّ أَعْجَلُهُمْ فِطْرًا


 daripada Abu Hurairah katanya, Rasulullah s.a.w. bersabda: “Allah s.w.t. berfirman: Hamba yang paling Aku kasihi ialah mereka yang paling segera berbuka. (al-Tirmizi)


حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَأَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ قَالَا أَخْبَرَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ أَبِي عَطِيَّةَ قَالَ دَخَلْتُ أَنَا وَمَسْرُوقٌ عَلَى عَائِشَةَ فَقُلْنَا يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ رَجُلَانِ مِنْ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَدُهُمَا يُعَجِّلُ الْإِفْطَارَ وَيُعَجِّلُ الصَّلَاةَ وَالْآخَرُ يُؤَخِّرُ الْإِفْطَارَ وَيُؤَخِّرُ الصَّلَاةَ قَالَتْ أَيُّهُمَا الَّذِي يُعَجِّلُ الْإِفْطَارَ وَيُعَجِّلُ الصَّلَاةَ قَالَ قُلْنَا عَبْدُ اللَّهِ يَعْنِي ابْنَ مَسْعُودٍ قَالَتْ كَذَلِكَ كَانَ يَصْنَعُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ


Yahya bin Yahya dan Abu Kuraib Muhammad bin al-Ala’ menceritakan kepada kami, kata mereka berdua, Abu Mu’awiyah memberitahu kepada kami daripada al-A’mash daripada ‘Umarah bin ‘Umair daripada Abi ‘Atiyyah katanya, saya dan Masruq menemui ‘A`ishah. Kami berkata: “Wahai Ummul mu`minin, dua orang dari sahabat Rasulullah s.a.w, seorang menyegerakan berbuka dan menyegerakan sembahyang dan seorang lagi melewatkan berbuka dan melewatkan sembahyang. ‘A`ishah menjawab, siapa yang menyegerakan berbuka dan menyegerakan sembahyang. Perawi berkata, kami menjawab Abdullah ya’ni Ibn Mas’ud. ‘A`ishah menjawab, demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. (Muslim)


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَزَالُ الدِّينُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الْفِطْرَ لِأَنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُونَ


 daripada Abu Hurairah daripada Rasulullah s.a.w. sabdanya: “Agama ini akan terus zahir selama mana manusia menyegerakan berbuka kerana Yahudi dan Nasara melewatkannya. (Abu Daud)


 عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : أمرنا معاشر الأنبياء أن نعجل إفطارنا ونؤخر سحورنا ونضرب بأيماننا على شمائلنا في الصلاة


daripada Abu Hurairah katanya, Rasulullah s.a.w bersabda: “Kami para nabi diperintah supaya menyegerakan berbuka, melewatkan sahur dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri ketika bersembahyang. (al-Daruqutni)


عن أنس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من فقه الرجل في دينه تعجيل فطره وتأخير سحوره وتسحروا فإنه الغداء المبارك


daripada Anas bin Malik katanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Termasuk dalam kefahaman yang mendalam yang ada pada seseorang ialah menyegerakan berbuka dan melewatkan sahur. Bersahurlah kerana ianya makanan yang diberkati. (Ibn ‘Asakir, Tarikh Dimashq, jil. 52, hal. 138)


Daripada hadis-hadis di atas, jelaslah bahawa Islam telah melihat betapa pentingnya aktiviti berbuka puasa dan bersahur dalam ibadah puasa bagi membezakan dengan lain-lain aktiviti jamuan dan kenduri kendara. Ini menunjukkan bahawa berbuka dan bersahur itu bukan setakat aktviti makan , malah lebih besar dari makan, bahkan Allah memberi galakan supaya umat Islam berebut-rebut membelanjakan harta bagi aktiviti ini dengan ganjaran pahala yang bukan kepalang iaitu sesiapa yang memberi makan orang yang berbuka puasa akan diberi pahala seperti pahala orang yang berpuasa tersebut.. Bayangkan kalau sepanjang ramadhan ini kita belanjakan kepada 10 orang berbuka, berapa bnayak pahala yang kita dapat… kalau 10 orang, 20 atau lebih ramai lagi tentu banyak pahala yang kita dapat…


Kembali kepada persoalan segera berbuka dan lewatkan sahur, apabila kita disunnatkan segera berbuka, maka kebanyakan kita akan bersiap dengan segala lauk dimeja dalam kedaan bersih diri dan pakaian, duduk mengadap makanan di meja beberapa minit sebelum masuknya waktu berbuka (Maghrib) menungggu waktu Maghrib dengan penuh setia dan bersedia. Kemudian, bila terdengar saja azan, kita terus makan (berbuka) dan diikuti oleh solat Maghrib. Alhamdulillah, sempurnalah sudah dua fardhu, Puasa dan Solat dengan sempurna. Inilah tujuan atau matlamat utama kenapa sunat disegerakan berbuka itu…. Supaya kita sentiasa BERSEDIA menanti masuknya waktu Solat Maghrib kerana waktunya amat singkat benar. Nampak jelas di sini bukan aktiviti makan itu yang diutamakan tetapi nak jaga solat Maghrib supaya jangan terlepas walaupun kadang-kadang terbabas sedikit waktu makan, namun waktu solat ada lagi..


Begitu juga halnya dengan sahur… hinggakan Rasulullah SAW bersabda bahawa perbezaan puasa orang Islam dengan orang kafir adalah SAHUR. Malah Bersahur itu ada keberkatannya.

Galakan melewatkan bersahur ini jga sma spt menyegerakan berbuka. Kalau kita sahur terlalu awal, contohnya pukul 2 pagi, maka akan tidur dalam keadaan kekenyangan. Maka kita dikhuatiri akan terlepas pula solat Subuh. Maka disunatkan kita lewat sahur, lebih kurang 30 minit sbm Subuh, selepas habis makan kita dah tak sempat tidur, masuk pula waktu Subuh. Insya Allah kita akan tidak tertidur atau terlepas Subuh.


Diharap selepas selesainya Ramadhan nanti, kita akan kita akan sentiasa menanti waktu solat Maghrib, bukan di rumah tetapi di Masjid. Begitu juga bersedia dengan solat Subuh dengan memenuhi  waktu sahur dengan Solat Tahajud dan solat sunat yang lain.

Tuesday, March 14, 2017

Darjat syurga

TINGKAT-TINGKAT SYURGA


Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan yang lainnya disebutkan:

Ertinya: “Bahawasanya Rasulullah s.a.w. pernah bersabda: “Di Jannah (syurga) ada seratus tingkat, antara setiap dua tingkat bagaikan antara langit dan bumi. Syurga Firdaus adalah syurga tertinggi. Darinyalah terpancar sungai-sungai syurga yang empat, di atasnya adalah ‘Arasy. Maka apabila kamu memohon maka mohonkanlah Firdaus.” [Hadits Riwayat at-Tirmizi: no.2530]

Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah disebutkan:

Ertinya: “Bahawasanya Rasulullah s.a.w. telah bersabda: “Apabila orang-orang yang gemar membaca Al-Qur’an telah masuk syurga, maka akan dikatakan kepada mereka: ‘Bacalah dan naiklah.’ Maka ia pun membacanya dan naik tingkatnya dengan setiap ayat yang dibacanya hingga ia membaca akhir dari apa yang ia punya.” [Hadits Riwayat Ibnu Majah: no. 3780]

Sedangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud disebutkan:

Ertinya: “Akan dikatakan kepada pembaca Al-Qur’an: ‘Bacalah, dan perhaluslah, dan bacalah,sebagaimana kamu membacanya ketika di dunia, kerana sesungguhnya tempatmu bergantung kepada akhir ayat yang kamu baca.” [Hadits Riwayat Abu Dawud: no.1465]

Al-Imam Qurthubi rahimahullah berkata: “para ulama kita berpendapat bahawa yang dimaksud dengan orang yang membaca Al-Qur’an dan membawanya adalah orang-orang yang mengetahui tentang hukum-hukum yang ada di dalamnya, halal, haram, dan mengamalkannya, bukan hanya membaca sahaja atau membawa sahaja. Imam Malik r.a. berkata: “Ada orang yang membaca Al-Qur’an tetapi tidak mendapat kebaikan daripandanya”.

Dalam sebuah hadits yang tersebut dalam Shahih Bukhari disebutkan:

Ertinya: “Permisalan orang mukmin yang membaca Al-Qur’an dan mengamalkannya adalah bagaikan buah limau, manis rasanya dan harum baunya. Sedangkan permisalan orang munafik yang membaca Al-Qur’an dan tidak mengamalkannya bagaikan buah labu pahit, pahit rasanya dan tidak ada baunya.” [Hadith Riwayat Bukhari: n0.2457]

BILIK-BILIK SYURGA DAN PEMILIKNYA

Allah s.w.t. berfirman:

لَكِنِ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ لَهُمْ غُرَفٌ مِنْ فَوْقِهَا غُرَفٌ مَبْنِيَّةٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَعْدَ اللَّهِ لَا يُخْلِفُ اللَّهُالْمِيعَادَ


Tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, mereka mendapat tempat-tempat yang tinggi, di atasnya dibangun pula tempat-tempat yang tinggi yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Allah telah berjanji dengan sebenar-benarnya. Allah tidak akan memungkiri janji-Nya.” (Surah Az-Zumar: 20)


وَمَا أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ بِالَّتِي تُقَرِّبُكُمْ عِنْدَنَا زُلْفَى إِلَّا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ لَهُمْ جَزَاءُ الضِّعْفِ بِمَاعَمِلُوا وَهُمْ فِي الْغُرُفَاتِ آمِنُونَ


Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga).” (Surah Saba’: 37)


أُولَئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوا وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلَامًا


Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya,” (Surah al-Furqan: 75)

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan:

Ertinya: “Bahawasanya Rasulullah s.a.w. telah bersabda: “Sesungguhnya ahli syurga itu akan bercahaya dan dapat dilihat dengan jelas, sebagaimana bintang-bintang yang bersinar yang menghadap ke barat boleh dilihat dari ufuk timur kerana keutamaan yang ada di antara keduanya. Lalu orang-orang pun bertanya: ‘Bukankah itu adalah tempat para Nabi yang tidak boleh dicapai oleh orang selain mereka?. Rasulullah s.a.w. pun menjawab: “Benar, tetapi demi Tuhan yang jiwaku berada ditangan-Nya, sesungguhnya orang yang beriman kepada Allah s.w.t. dan mempercayai Rasul-Rasul-Nya juga akan mencapainya”. [Hadits Riwayat Muslim: no.2831]

Sedangkan maksud dari kata: “mempercayai Rasul-Rasul-nya”, yang terdapat pada hadits di atas, bukan hanya bermakna mempercayai Rasul, tetapi juga mengerjakan apa yang diperintahkan, kerana orang-orang yang lalai tidak akan mengerjakan perintah Allah s.w.t. melalui Rasul-Nya.Kadang-kadang ada hamba yang miskin harta tetapi kaya hati dan ada pula yang sebaliknya. Segala puji hanya bagi Allah s.w.t., Tuhan seluruh alam.



PENGHUNI SYURGA YANG PALING RENDAH

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmizi disebutkan:

Ertinya: “Bahawasanya Rasulullah s.a.w. pernah bersabda: “Nabi Musa ‘alaihissalam pernah bertanya kepada Allah s.w.t.: ‘Wahai Tuhanku, siapakah penghuni syurga yang paling rendah darjatnya?”. Maka Allah s.w.t. menjawab: “Seorang yang datang ke syurga setelah semua penghuni syurga lainnya telah masuk ke dalam syurga. Lalu Aku akan berkata kepadanya:“Masuklah ke dalam syurga! Ia pun berkata: ‘Bagaimana boleh, wahai Tuhanku, semua orang telah menempati tempatnya dan telah mengambil balasannya!’. Maka dikatakan kepadanya: “Apakah kamu suka bila diberikan kepadamu kerajaan seperti kerajaan yang dimiliki raja dunia?”. Orang tersebut pun menjawab: ‘Aku meridhainya (suka) wahai Tuhanku’. Maka dikatakan kepadanya: “Bagimu kerajaan seperti yang dimiliki raja dunia”. Lalu ditambahkan yang sepertinya, dan satu lagi yang sepertinya (tiga kali ganda). Lalu orang itu berkata: ‘Aku meridhainya’. Lalu dikatakan kepadanya: “Bagimu sepuloh kali gandanya, dan segala yang kamu inginkan dan segala yang disenangi oleh matamu”. Lalu orang itu pun berkata: ‘Aku meridhainya, Tuhanku!’. Lalu Nabi Musa a.s. berkata: “Lalu siapakah yang paling tinggi darjatnya?”. Allah s.w.t. pun berkata: “Mereka adalah orang yang Aku tanamkan kemuliaannya lalu Aku juga yang mematikan mereka, mereka akan mendapat nikmat yang tidak pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga dan belum pernah terlintas dalam hati seseorang”. [Hadits Riwayat Muslim: no.189]

Sedangkan dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Bukhari disebutkan:

Ertinya: “Bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya penghuni syurga yang terakhir sekali masuk syurga, dan penghuni neraka yang terakhir sekali keluar dari neraka adalah seorang yang keluar dari neraka dengan merangkak. Lalu Allah s.w.t. berkata kepadanya” “Masuklah ke dalam syurga”. Orang itu pun menjawab: “Wahai Tuhanku, sesungguhnya syurga telah penuh.” Lalu Allah s.w.t. mengatakan hal tersebut sebanyak tiga kali, dan orang itu pun akan mengulangi jawapan yang sama. Hingga Allah s.w.t. kemudian berkata: “Bagimu seperti dunia dan sepuluh kali gandanya”.

Penghuni Surga Terendah




Penghuni Surga Terendah

Rosululloh SAW bersabda: “Sesungguhnya rombongan pertama yang masuk surga (dari ummatku) bercahaya bagaikan bulan pada malam purnama. Rombongan sesudahnya lebih cemerlang dari bintang bintang yang gemerlapan ( kemudian sesudah itu menyusul rombongan lain ). Mereka tidak buang air kecildan tidak buang air besar .mereka tidak membuang ingus dan tidak meludah . sisir mereka dari emas , keringat mereka dari kasturi , dan pendupaan meraka kayu gaharu yang harum . istri mereka adalah bidadari . “
Keindahan dan kenikmatan surga sejatinya adalah pengetahuan Allah swt. Semata . Manusia tidak akan mampu menembus atau melewati batas batas pengetahuan tentang surga itu. Imajinasi kita sungguh dangkal untuk membayangkan surga yang sesungguhnya. Kalaupun banyak riwayat Nabi saw.tentang gambaran surga,itu mungkin hanya sekedar memberikan perumpamaan saja untuk mengungkapkan bahwa syurga adalah keindahan dan kenikmatan yang tiada taranya.
Kondisi syurga yang sesungguhnya tentu melampaui dari gambaran gambaran itu. Sehingga wajar jika syurga hanya pantas dianugerahkan kepada orang orang yang beriman kepada Allah swt semata. Yakni orang orang yang menjalankan perintahNya dan menghindar jauh jauh dari segala yang dilarangNya.
Dalam QS.As-Sajdah ayat 17-18 Allah berfirman :
"Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. Maka apakah orang yang beriman seperti orang yang fasik (kafir)? Mereka tidak sama".

Ayat diatas disebut setelah beberapa ayat sebelumnya menggambarkan sekelumit sifat serta cirri seseorang yang beriman.jadi ayat tersebut menjelaskan ganjaran yang akan didapat oleh orang orang yang beriman.
M.Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah menafsirkan demikian: Maka sebagai anugerah dari Allah mereka akan masuk kesyurga guna menikmati aneka kebahagiaan. Lafaz “tidak seorangpun mengetahui” bermakna tidak terlintas dalam benak siapapun serta tidak terbayangkan oleh apa yang disembunyikan untuk mereka dari aneka kenikmatan yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah senantiasa mereka kerjakan sewaktu hidup didunia. Maka apakah orang mukmin yang mantapdan kukuh imannya menyangkut apa yang disampaikan Rosul swt. Seperti halnya orang yang fasik yang telah keluar secara jelas dari tuntunan agama? Pasti,mereka tidak sama!
Keberadaan syurga yang tidak mungkin mampu dilukiskan manusia secara sempurna karena keagungannya,juga ditegaskan oleh hadis riwayat Abu Hurairah. Bahwasanya Nabi saw bersabda (dalam sebuah hadits Qudsi): “Allah Berfirman:’Aku telah siapkan untuk hamba hambaku yang shaleh apa yang belum pernah dilihat mata,didengar oleh telinga,tidak juga terlintas dalam benak manusia’.” (HR.Bukhari,Muslim dan Ahmad).

Nikmat Nikmat Syurga.
Kenikmatan yang didapat di dalam syurga tidak mungkin dapat diukur dengan logika. Secara umum semua penghuni syurga akan dimanjakan dengan berbagai fasilitas yang tidak lazim dijunpai di alam dunia. Sifat sifat merekapun beribah menjadi sangat istimewa. Mereka bias menikmati apa saja yang mereka suka. Mereka memperoleh makanan,minuman,perhiasan,pelayanan seksual dan lain sebagainya sampai pada kenikmatan puncak yang tak terukur. Bahkan kenikmatan yang mereka peroleh itu tanpa harus melewati proses proses alamiah sebagaimana mestinya.
Dalam riwayat Jabir bin Abdullah bahwa ia mendengar Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya penduduk syurga makan dan minum didalamnya.Tapi mereka tidak meludah,tidak kencing,tidak berak,dan tidak membuang ingus”, Para sahabat bertanya: “Bagaimana (efek) makanan yang mereka makan?” Beliau menjawab: “Keluar dari sendawa yang aromanya seperti aroma kasturi.Mereka selalu membaca tasbih dan tahmid”. Hadits itu mungkin sebagai gambaran betapa syurga itu hanya ada kemudahan dan kesengan saja.
Dari Hadits lain diriwayatkan oleh Muslim dan dari Abu Hurairoh bahwa Rosululloh Bersabda: “Sesungguhnya rombongan pertama yang masuk syurga (dari ummatku)bercahaya bagaikan bulan pada malam purnama.Rombongan sesudahnya lebih cemerlang dari bintang bintang yang gemerlapan (kemudian sesudah itu menyusul rombongan lain). Mereka tidak buang air kecil dan tidak buang air besar.Mereka tidak buang ingus dan tidak meludah.Sisir mereka emas,keringat mereka dari kasturi dan pedupaan mereka kayu gaharu yang harum.Istri mereka adalah bidadari.
Bahkan dalam Hadits Nabi saw yang diriwayatkan Tirmidzi dari Anas bin Malik disebutkan bahwa di syurga seorang mukmin akan diberikan kekuatan bersetubuh sebanyak seratus kali lipat sehingga setiap saat seseorang menginginkan persetubuhan. Hal itu bisa dilakukan tanpa mengurangi kenikmatannya dan tanpa menimbulkan kebosanan.

Anugerah Sepuluh Kali Dunia.
Kenikmatan yang didapat di syurga sesuai dengan amal shaleh masing masing orang ketika hidup di dunia. Beberapa orang istimewa karena amal ibadahnya mempunyai dereajat tertentu di syurga dan menempati syurga dengan berbagai keistimewaannya. Namun demikian serendah rendahnya orang yang menempati syurga tetap akan mendapatlkan berbagai macam fasilitas kenikmatan yang tidak ada bandingannya di dunia ini.
Mari kita lihat sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Al-Mughirah bin Syu’bah bahwasanya Rosululloh saw bersabda: “Musa bertanya kepada TuhanNya, ‘wahai Tuhanku,bagaimana aku bias terlambat sepeerti ini?’ Allah Berfirman ‘Apakah kamu senang kalau Aku berikan kepadamu sebuah kerajaan seperti kerajaan kerajaan di dunia?’ Ia menjawab ‘Tentu saja aku senang Tuhanku’ Allah memberikan tawaran lagi ‘Bagaimana seperti itu,dan sepertinya lagi’. Sampai yang kelimakalinya ia tetap menjawab’Aku senang Tuhanku’ Allah berfirman ‘Bagimu sepuluh yang sepertinya.Bahkan bagimu apa yang diinginkan nafsumu serta yang menyenangkan matamu,’ ia menjawab ‘Aku senang Tuhanku’. Musa bertanya lagi ‘Ya Tuhanku lalu siapa yang paling tinggi kedudukannya?’ Allah berfirman ‘Orang orang yang aku kehendaki . Aku Tanami dan Aku airi kebun anggur mereka dengan tanganKu sendiri sehingga ia merupakan nikmat yang belum terlintas dalam hati manusia”. Hal ini sesuai dengan QS.As-Sajdah ayat 17.
Adapun dalam Hadis lain yang diriwayatkan oleh Bukhori dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Rosululloh bersabda: “Sesungguhnya penghuni syurga yang paling terakhir masuk syurga (artinya orang yang menempati derajat terendah di syurga) akan diberikan sesuatu yang sebanding dengansepuluh kali dunia ini”. Sungguh sebuah kekayaan yang mustahil didapat oleh orang terkaya didunia ini sekalipun.
Ada juga Hadis yang lain menyebutkan secara lebih spesifik mengenai hal itu. Bahwa orang yang paling rendah kedudukannya di syurga ialah orang yang memiliki tujuh buah istana. Istana istana itu terdiri dari istana yang terbuat dari emas ,istana dari perak,,istana dari mutiara,istana dari zamrud,istana dari permata yakut,istana yang tidak dijangkau oleh pandangan mata dan istana seperti arasy.Pada masing masing istana terdapat perhiasan,pakaian,dan bidadari yang hanya Allah saja yang mengetahuinya.

Orang Yang Terakhir Masuk Syurga
Sebagaimana Hadis Riwayat Muslim diatas,bahwa orang yang paling terendah derajatnya disyurga adalah orang yang terakhir masuk syurga. Mengenai hal ini Rosululloh saw berdasarkan riwayat Abdullah bin Mas’ud ra bersabda: “Aku tahu orang terakhir dari penghuni neraka yang akan dikeluarkan dari dalamnya dan orang terakhir dari penduduk syurga yang akan memasukinya. Orang itu adalah seseorang yang keluar dari neraka sambul merangkak dengan kedua lutut dan kedua tangannya. Allah swt akan berkata padanya ‘Pergi dan masuklah kedalam syurga karena disana kamu memiliki sesuatu seperti dunia bahkan sepuluh kali lebih baik dari dunia’. Orang tersebut berkata ‘ Apakah engkau memperolok olokan aku atau menertawakan aku,padahal Engkau adalah penguasa atas segalanya?”. Abdullah bin Mas’ud melihat Rosululloh saw tersenyum lebar hingga kelihatan gigi belakangnya, Beliau bersabda “Itulah orang yang paling rendah statusnya diantara penduduk syurga”. (HR.Bukhori Muslim)
Sungguh Alloh akan membuktikan janjinya kepada orang orang beriman. Menyuguhkan segala macam kesenangan bagi mereka yang memiliki tingkat amalan terendah sampai tertinggi sewaktu didunia. Orang yang ketika didunianya banyak beramal shaleh ia akan mendapat nikmat dengan tingkat tertentusesuai dengan tingkatan amal ibadahnya. Begitu juga dengan orang yang amal shalehnya dengan tingkatan terendah.
Jangan khawatir dengan menempati terendah sekalipun di syurga,nikmat yang akan didapat tidak akan terukur dengan kenikmatan setinggi apapun di dunia. Adapun kenikmatan tertinggi yang diterima oleh penghuni syurga sebagaimana disebut dalam berbagai riwayat hadits ialah yang biasa memandang wajah Allah pada pagi dan petang.

درجات الجنة خلق الله سبحانه الدنيا والآخرة، وجعل الدنيا دار العمل والاجتهاد، والآخرة دار الحساب، وخلقنا لعبادته وطاعته وعمار الأرض، فالدنيا ممرّ إلى الآخرة، وما يعمله الإنسان من عمل في الدنيا يلقاه في آخرته، فهي مليئة بالمتاع والشهوات والمغريات، فمن تحدّى كلّ هذه واتّبع أوامر ربّه وسار على نهج رسوله الكريم محمد صلّى الله عليه وسلّم وآمن بالقدر خيره وشرّه فاز بجنات النعيم، ومن كفر بالله وانشغل باللهو بمتاع الدنيا وخاض بالأرض فساداً فعقابه النار خالداً فيها، فنحن بأعمالنا نقرر أين سنقضي آخرتنا. الجنة هي دار الفائزين والمتقين والمؤمنين، فهي هدية الله لعباده المخلصين، الذين اتبعوا أوامر ربهم وطاعوه واتقوه، فمن علّق قلبه بربه واجتنب المعاصي وعمل عملاً صالحاً فيكون الفائز بجنّات النعيم، فهي حلم كل إنسان مسلم، حيث هناك الراحة الأبدية والسعادة والهناء، ففيها ما لا عين رأت ولا أذن سمعت ولا خطر على قلب بشر، فنرجوا الله أن يرزقنا وإياكم دخولها. درجات الجنة يحصل الإنسان على الدرجات العالية من خلال العبادات والطاعات، حيث أنهم غير متساويين في الأعمال ولا بقوة الإيمان، فكلّما زاد تقواه وطاعته لخالقه زادت درجاتُه في الجنان، فمن يقيم الفرائض فقط لا يستوي مع الذي يطبق السنن مثل قيام الليل، قال تعالى: (وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا ۚ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ). [الأنعام: 139] درجات الجنة كثيرة لا يوجد لها عدد محدد، فأحدهم يقول أن عدد درجات الجنة بعدد آيات القرآن الكريم أخذاً من حديث عبد الله بن عمرو عن النبي صلّى الله عليه وسلّم قال: (يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ: اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ، كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا، فَإِنَّ مَنْزِلَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا). قيل أنّ عددها مائة درجة ما بين كل درجة والأخرى ما بين السماء والأرض، وأعلاها الفردوس وهو تحت عرش الرحمن التي تتفجر منها أنهار الجنة (نهر اللبن، ونهر العسل، ونهر الخمر، ونهر الماء) وأعلى مقام في الفردوس مقام الوسيلة وهو مقام النبي محمد عليه الصلاة والسلام، ثمّ غرف أهل علين وهي قصور متعددة الأدوار، يتراءون لأهل الجنة كما يرى الناس الكواكب والنجوم في السماوات العلا، وفي الجنة قصور شفافة يرى ظاهرها من باطنها. خطوات الطريق إلى الجنة الإيمان بالله تعالى وعدم الأشراك به شيئاً والتصديق بالمرسلين. القيام بالفرائض التي فرضها الله عليه. التقرّب إلى الله بالنوافل. الابتعاد عن الفواحش. الجهاد في سبيل الله. المحافظة على تلاوة القرآن. أبواب الجنّة الثمانية الصلاة. الريان. الزكاة. الجهاد. الصدقة. الصلة. الحج والعمرة.